Mengembangkan Literasi di Sebuah Kelas di Pelosok Indonesia Bagian Barat

1

Buku adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan dan membaca buku sama dengan membuka jendela dunia. Beberapa minggu yang lalu, saya membaca sebuah quote dari Robert Downs dalam bukunya yang berjudul in My Life, dua kekuatan yang berhasil mempengaruhi pendidikan manusia: seni dan sains. Keduanya bertemu dalam buku.

Berhubungan dengan buku, saya baru mengenal banyak judul buku dan jenis-jenis buku saat saya kuliah di Yogyakarta. Dari kecil sampai SMA, saya tinggal di Gunungsitoli, Pulau Nias, Sumatra Utara. Karena tinggal di sebuah pulau kecil yang sangat jauh dari ibu kota dan di tempat saya tinggal dari dulu sampai sekarang tidak ada sama sekali yang namanya toko buku, seperti Toko Buku Togamas atau Toko Buku Andi Offset buku yang saya bisa baca sangat dikit, meskipun saya mempunyai hobi membaca.

Saya masih ingat dulu, bahan bacaan anak yang saya selalu tunggu setiap bulan adalah buku cerita rakyat bergambar yang ada di dalam kotak susu dancow. Selebihnya untuk bisa membaca buku-buku, saya meminjam kepada teman, walaupun sekarang saya baru sadar buku-buku bacaan yang saya pinnjam dulunya  lebih pantas dibaca oleh orang dewasa.

Setelah tamat SMA, saya kuliah jurusan sastra Inggris di sebuah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Di kota pendidikan inilah saya banyak membaca buku. Pada tahun ketiga saya kuliah, saya menjadi volunteer di sebuah perpustakaan anak, Bledug Mrapi, Nandan. Di tempat ini saya banyak belajar dari teman-teman mahasiswa dari UGM, UIN, UII yang juga sama-sama volunteer di perpustakaan ini.

Dari hasil diskusi dengan mereka, saya mempunyai mimpi suatu hari kelak, ketika pulang kampung saya ingin membuat sebuah perpustakaan mini dan mendorong anak-anak nias untuk membaca. Impian saya ini sempat saya ceritakan kepada pemilik perpustakaan Bledug Mrapi, ia sangat mendukung niat baik ini. Beberapa kali ia sempat menyumbangkan buku ke Pulau Nias melalui saya. Untuk lebih lengkap cerita saya tentang mengirim buku-buku di, bisa klik link ini https://www.kompasiana.com/iwan02/melahirkan-generasi-anak-pulau-nias-yang-tak-buta-ilmu-pengetahuan_5743a1ba707e6120048b4583

Singkat cerita, setelah 6 tahun berada di Yogyakarta, saya memutuskan untuk pulang kampung. Beberapa bulan di Gunungsitoli, tepatnya bulan 7 tahun 2017, saya keterima menjadi guru bahasa asing di kelas 10 Usaha Perjalanan Wisata (UPW), SMK Negeri 1 Dharma Caraka Gunungsitoli Selatan yang beralamat di jalan arah pelud Binaka KM.09, Onamolo I Lot, Kecamatan Gunungsitoli Selatan.

Setelah 3 minggu saya mengajar di sekolah ini. Saya memberikan tugas kerja kelompok kepada para siswa kelas 10 UPW. Satu minggu kemudian dari waktu yang telah ditentukan untuk mereka presentasi akhirnya tiba. Saya sangat terkejut hanya 1 dari 3 kelompok yang mengerjakan. 2 kelompok yang belum mengerjakan memberikan alasan kepada saya, pak kami binggung menulis paper dan susah mencari bahan.

Oleh karenanya, saya mengajak mereka ke perpustakaan sekolah, tetapi beberapa siswa mengatakan kepada saya, “Pak perpustakaan tidak pernah dibuka”.  Untuk memastikan informasi dari siswa ini, sayapun menanyakan kepada beberapa teman guru. Dari teman-teman guru, saya mendapatkan informasi bahwa benar yang dikatakan oleh beberapa siswa perpustakaan sangat jarang dibuka. Selain itu juga, pegawai yang mengurus perpustakaan bukan pegawai perpustakaan atau pustakawan yang dipekerjakan oleh sekolah, tetapi guru agama yang merangkap sebagai yang mengurus perpustakaan.

Dari pengalaman diatas dan didorong oleh impian saya ketika masih di Yogyakarta. Saya mencoba berdiskusi dengan Ka. Prodi jurusan Usaha Perjalanan Wisata (UPW), dia pun sangat setuju karena salah satu kurikulum K-13 adalah mengembangkan literasi. Lalu, saya menyuruh para siswa kelas 10 UPW untuk membuat rak buk. Beberapa minggu, saya tunggu rak buku tidak selesai. Sayapun inisiatif sendiri untuk membuat demi mereka.

Setelah rak buku ada, permasalahan yang saya hadapi seterusnya adalah buku-buku yang diisi dalam perpustakaan mini tersebut. Kemudian saya mengusulkan kepada salah seorang untuk untuk masing-masing kami guru yang mengajar di UPW menyumbang buku dan anak-anak juga menyumbang buku-buku. 1 minggu kemudian buku akhirnya terkumpul, tetapi buku-buku yang terkumpul tidak membuat para siswa tertarik untuk membacanya

Dari semua judul buku-buku yang ada di perpustakaan mini kelas 10 UPW kebanyakan merupakan buku-buku lama.  Tetapi, bagaimana lagi mendapatkan buku-buku terbaru di Pulau Nias sangat susah. Kebanyakan buku-buku di nias di pesan dari luar daerah Nias.

Beberapa kali, saya mengajar para siswa tidak pernah membaca buku-buku yang ada di pojok mini perpustakaan. Ada beberapa faktor para siswa malas membaca, yaitu: 1. Buku-buku yang ada di perpustakaan mini tidak menarik untuk dibaca. 2. Rata-rata para siswa kelas 10 UPW berasal dari latar belakang keluarga menengah ke bawah, yang membeli buku bacaan tidak mampu. 3. Para siswa kelas 10 UPW berasal dari SMP yang tidak didorong untuk mengembangkan budaya literasi (masalah umum di Pulau Nias). 4. Kebanyakan berasal dari Kabupaten Nias (salah satu daerah 3T).

Iming-iming nilai

1

Untuk mendorong para siswa kelas 10 UPW untuk membaca. Saya sedikit memberikan iming-iming hadiah berupa nilai. Pertama, saya menyuruh mereka untuk membaca buku yang ada di perpustakaan mini kelas selama 15 menit diawal jam pelajaran saya mengajar. Setelah mereka selesai membaca. Saya menggunakan waktu 5 menit untuk 2-3 siswa menceritakan kembali isi buku yang telah mereka baca di depan kelas. Tujuan saya melakukan ini. Supanya para siswa lain termotivasi untuk membaca buku yang diceritakan oleh siswa yang bercerita di depan kelas (Untuk menonton video siswa yang bercerita di depan kelas, bisa dilihat di https://www.facebook.com/jurusan.pariwisata.3).

2

(Ketika seorang siswa sedang menceritakan di depan kelas buku yang telah ia baca)

Sementara, bagi siswa yang tidak sempat bercerita di depan kelas. Mereka menulis atau mereview buku yang telah mereka baca. Kemudian, hasil review tersebut, ditempelkan di sebuah madinng yang berada di dinding depan kelas. Supanya, para siswa kelas 10 UPW bisa membaca hasil review temannya dan tertarik untuk membaca buku yang telah direview.

3

Umumnya di Pulau Nias budaya literasi sangat kurang. Anak-anak kurang tertarik dalam membaca. Sementara beberapa guru hanya mencoba mengerakan literasi karena termasuk dalam K13. Selain daripada itu, buku-buku yang bermutu di Nias sangatlah kurang. Akibatnya, bahan bacaan anak-anak yang suka membaca malah buku-buku dewasa. Oleh karenanya sudah saatnya di setiap daerah terpencil ditempatkan agen-agen literasi dengan pembinaan dari pusat. Supanya agen-agen literasi ini dapat memotivasi dan membagikan ilmu tentang cara membaca buku yang baik dan  mereview sebuah buku.

Itulah sepenggal cerita saya dari Pulau Nias untuk menyemangati para siswa kelas 10 UPW SMKN. 1 Dharma Caraka dalam hal membaca buku.

Wisata Candi Plaosan Lor dan Plaosan Kidul

Setelah saya dan mas Dwiki selesai dari candi Sambisari. Kami melanjutkan mendayung sepeda kami kearah candi Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan bukit-bukit gunung yang sangat indah. Dikiri kanan-jalan yang kami lalui, terdapat hamparan tanaman tembakau dan sawah-swah yang siap di panen. Terkadang juga kami berpapasan dengan para petani yang baru selesai memanen hasil padinya. Saat berpasasan dengan mereka, kami saling bertegur sapa.

Tak terasa jarak dari candi Sambisari ke candi Plaosan Lor dan Plaosan Kidul sekitar 1 jam. Tapi perjalanan itu tidak terasa. Dengan keindahan alam yang sangat indah sepanjang perjalanan. Meskipun matahari sangat panas pada saat itu. Tapi angin sepoi-sepoi membuat kami tidak terasa capek sepanjang perjalanan. Oh ya, jika kita mengambil titik pertama perjalanan ke candi ini dari candi Prambanan. Maka jarak tempuh tidak sangat lama kira-kira jika menggunakan motor sekitar 10 menit atau dengan sepeda sekitar 20 menit sampai 30 menit. Saya menyarankan untuk menggunakan sepeda. Supanya bisa menikmati keindahan lereng merapi, hamparan pemandangan tembakau, dan kawanan burung-burung sawah.

Setelah kami memarkir sepeda di depan candi. Kami terlebih dahulu menulis identitas kami di pintu masuk, sambil membayar uang masuk Rp. 3.000,00. Setelah itu kami masuk ke lingkungan candi. Candi pertama yang kami kunjungi adalah candi Plaosan Lor. Candi-candi ini terbuat dari batu gamping yang berasal dari letusan gunung berapi. Tapi sayang akibat gempa 2006 dan letusan gunung berapi tahun 2010. Banyak batu gamping yang rusak. Kemudian batu ini diganti dengan batu bata yang didesain sedemikian rupa sama dengan bentuk aslinya.

Pas pertama kami masuk kedalam candi. Kami disuguhi dengan bentuk pintu candi yang sangat indah. Semua pintu masuk ke dalam bagian candi terbuat dari batu gamping. Sehingga jika di lihat dari luar candi, candi ini seperti goa. Kemudian kami masuk kedalam bagian tengah candi yang pada saat itu agak gelap. Terdapat pendopo yang menurut saya, kira-kira berukuran 21 m x 19 m. Setelah itu pada bagian tengah candi terdapat 3 altar. Pertama altar utara yaitu stupa Samantabadhara dan figur Ksitigarbha, altar barat terdapat gambar Manjusri, dan yang terakhir altar timur yang terdapat gambar Amitbha, Ratnasambhava, Vairochana, dan Aksobya.

IMG_20151103_110932

Setelah kami berkeliling melihat setiap ornament yang ada dalam candi sekitar 40 menit. Kami berpindah ke candi kesebelahnnya. Candi ini disebut candi Plaosan Kidul. Candi ini memiliki pendopo yang di bagian tengah yang dikelilingi 8 candi. Dari delapan candi ini terbagi menjadi 2 tingkat. Tiap-tiap tingkat candi terdiri dari 4 candi. Dalam candi ini terdapat gambar Tathagata Amitbha, Vajrapani dengan atribut vajra pada utpala serta Prajnaparamita yang dianggap sebagai “ibu dari semua Budha”. Beberapa gambar lain masih bisa dijumpai namun tidak pada tempat yang asli.

IMG_20151103_191831

Selain dari 2 candi utama, candi Plaosan Lord dan candi Plaosan Kidul. Komplek candi terdapat stupa perwara yang terlihat di semua sisi candi utama dan juga candi perwara yang lebih kecil. Secara keseluruhan dilingkungan candi terdapat 116 stupa perwara dan 50 candi. Selain candi-candi. Dilingkungan candi terdapat tempat penyimpanan stupa-stupa dan beberapa bagian candi yang sudah dibongkor. Disini saya bisa menemukan informasi kalau candi Plaosan di bangun oleh Wangsa Sailendra yang menganut agama Budha. Saya bisa menembak candi ini merupakan pengaruh dari agama budha, karena bentuk ornament-ornamen yang berbentuk khas bunga, dan patung-patung Budha yang berada dalam ruang penyimpanan.

IMG_20151103_090134

Tak terasa kami berkeliling candi sekitar 2 jam lebih lamanya. Karena pada hari itu matahari sudah sangat terik. Kami memutuskan untuk pulang. Setelah membanyar uang parkiran Rp 2.000,00. Kami pun mengakhiri wisata candi untuk hari ini.

Taman Ya’ahowu, Sebuah Taman Favorit bagi Masyarakat Kota Gunungsitoli

IMG_0153

Beberapa bulan yang lalu, saya sempat mengelilingi pusat Kota Gunungsitoli dengan sepeda tua saya. Ketika sampai di depan Lapangan Merdeka, saya belok kanan dan lurus terus kearah pelabuhan lama. Setelah sampai area pelabuhan lama, saya merasa takjub melihat deretan lampu yang mirip dengan deretan lampu yang ada di Jalan Kartini, Salatiga atau Jalan Malioboro, Yogyakarta. Pelan-pelan saya mendayung sepeda saya sambil memandang ke arah taman. Saat itu saya tertarik dengan bentuk taman yang sangat luas dan berada di dekat pantai. Saya masih ingat sekitar 10 tahun yang lalu bagaimana bentuk taman yang sekarang ini. Dulu disebelah kiri taman sangat banyak ditumbuhi berbagai rumput, dan pada sore hari terkadang berjejeran kambing yang sedang memakan rumput atau ibu-ibu yang menjemur pakaian. Tapi, apa yang saya lihat sekarang ini sangat berbeda 180 derajat. Di bagian kiri dan kanan jalan tidak lagi ditumbuhi dengan berbagai rumput yang sangat lebat atau kambing-kambing yang sedang berjejeran. Malah yang ada di sebelah kanan taman terdapat jongging treck, kantin, dan jalur bagi para pengguna kursi roda.

Taman Ya’ahowu merupakan sebuah taman yang menjadi tempat favorit. Setiap sore menjelang malam Taman Ya’ahowu selalu dikunjungi oleh masyarakat Nias atau mereka yang hanya berlibur atau urusan dinas di Pulau Nias.

Beberapa bulan terakhir, saya beberapa kali berkunjung ke Taman Ya’ahowu bersama dengan beberapa teman atau terkadang ketika capek mendayung sepeda mengelilingi Kota Gunungsitoli pada sore hari. Saya beristirahat di taman ini. Setelah beberapa kali berkunjung ke taman ini, Ada beberapa keunikan dan keunggulan taman ini dibandingkan taman-taman yang lain yang ada di Kota Yogyakarta, Semarang, atau Salatiga, yaitu:

Letak Taman Ya’ahowu yang sangat bagus
Jika di kota-kota yang pernah saya kunjungi sebelumnya, sebuah taman terletak di tengah kota dan dikelilingi oleh berbagai bangunan-bangunan. Tetapi, letak Taman Ya’ahowu sangatlah berbeda, taman ini terletak dekat pantai dan langsung berhadapan dengan lautan. Karena letaknya berada di dekat pantai, pemerintah Kota Gunungsitoli membangun sebuah tempat tempat pemancingan. Biasanya setiap sore menjelang malam tempat ini sudah banyak dipenuhi oleh masyarakat yang hobi memancing ikan.

Selain itu juga, banyak masyarakat mengunjungi taman ini karena letaknya berada dekat pantai. Pada malam hari angin sepoi-sepoi yang datang dari laut adalah salah satu yang bisa dirasakan oleh setiap pengunjung. Malah terkadang beberapa kali, ketika saya sedang duduk di taman ini. Saya melihat satu atau dua buah kapal penumpang atau kapal barang yang ke Sibolga melintas.

Tersedia berbagai fasilitas yang memadai
Beberapa kali saya mengunjungi Taman Ya’ahowu saya tidak kesulitan menemukan tempat duduk. Di taman ini menurut saya fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Kota Gunungsi hampir sama dengan taman-taman yang ada di Lapangan Pancasila, Salatiga atau Tunggu Muda, Semarang. Di setiap jarak 1-2 meter terdapat kursi panjang yang saling berhadapan. Semua kursi-kursi yang ada di taman ini terbuat dari semen. Menurut saya mungkin pemerintah kota membuat semua kursi di taman in berbahan semen, supanya tahan lama alias awet hehehe…

Bukan hanya kursi-kursi fasilitas yang ada di taman ini, tetapi terdapat juga sebuah panggung utama yang terletak ditengah taman. Kalau saya pikir-pikir, bentuk panggung ini tradisional sekali karena bentuk atap panggung hampir sama dengan bentuk atap rumah adat tradisional Nias bagian utara yaitu berbentuk bulat. Begitu juga dengan bahan atap panggung terbuat dari daun rumbia (mulai sulit ditemukan). Biasanya panggung yang berada ditengah lapangan dipergunakan pada saat acara-acara, seperti Pesta Ya’ahowu, Peringatan hari kemerdekaan, dll

Bagi lansia yang menggunakan tongkat atau kursi roda tidak usah kwatir jika ingin berkunjung ke Taman Ya’ahowu, karena di sebelah kiri taman terdapat jalur jalan yang permukaanya sedikit miring supanya kursi roda bisa naik. Sedangkan bagi yang menggunakan tongkat tidak usah kwatir juga, karena di sebelah kiri dan kanan jalur jalan yang sedikit miring terdapat besi tempat para pengguna tongkat dapat berpegangang.

Jika merasa capek berjalan kaki dari ujung ke ujung, di Taman Ya’ahowu juga terdapat sebuah kantin di sebelah sudut kiri taman. Biasanya terdapat berbagai jenis minuman soft drink, kopi, the dan aneka makanan ringan. Atau jika merasa tidak cocok dengan makanan di kantin yang ada di Taman Ya’ahowu. Persis di depan taman berjejer warung makan yang menyediakan berbagai makanan atau bagi yang hanya sekedar minum. Bisa memesan air kelapa muda segar yang terdapat di sebelah ujung kanan taman.

Tempat yang luas dan asri
Selama saya tinggal di Pulau Nias beberapa bulan ini. Saya tidak pernah mendapatkan informasi taman yang lebih luas dari Taman Ya’ahowu yang ada di Pulau Nias. Jika saya perkirakan dari ujung ke ujung kira-kira panjang taman sekitar 500 meter dan lebar sekitar 40-50 meter. Saya melihat hampir keseluruhan taman sudah di tata dengan baik. Di bagian tengah taman, sebagian sebelah kiri, dan jalur pejalan kaki sudah disusun dengan batu-batu susun berwarna merah.
Menurut saya selain luas, kedepannya Taman Ya’ahowu akan sangat asri karena sudah ditanami berbagai pepohonan yang kira-kira ukurannya 10-15 meter dan juga terdapat berbagai rumput hijau. Tetapi sayang disebelah kanan taman belum diurus dengan baik. Belum terdapat rumput-rumput hijau.

Secara keseluruhan Taman Ya’ahowu sudah bagus dan tertata dengan rapi. Tapi sayang masih banyak saya melihat tangan-tangan jahil yang membuat graffiti di beberapa bagian tembok di dalam Taman, dan beberapa masyarakat yang berkunjung ke taman belum sadar tentang pentingnya kebersihan. Di beberapa tempat masih ada bekas botol gelas aqua yang berserakan, kantong plastik, dan bungkus makananan. Semoga kedepannya masyarakat sadar dan memelihara Taman Ya’ahowu dengan baik.

Menelusuri Kehidupan Seorang Pemberontak

Saya tidak ingin jadi pohon bambu, tetapi menjadi pohok oak yang berani menentang angin.    Soe Hoe Gie.

Selama ini PKI selalu dianggap sebagai korban dari kebijakan Presiden Soeharto. Dalam setiap tulisan dan pendapat-pendapat Soe Hoe Gie. Kita bisa melihat PKI dalam versi lain.

Sampai sekarang ini. Saya belum pernah membaca opini dan biografi seorang mahasiswa seperti Soe Hoe Gie. Seorang yang berprofesi sebagai penulis dan dosen di Universitas Indonesia yang berani mengkritik orde lama dan orde baru. Dalam setiap tulisannya ia selalu berani, tegas, dan lugas menyampaikan pemikirannya dan kritiknya.

soe_hok_gie

Sumber foto: fitri2701.blogspot.com 

Kisah hidup sang pemberontak di angkat dilayar lebar dengan judul Gie. Dalam film diceritakan tentang tumbuhnya rasa pemberontakan dalam diri Gie sejak SMP. Saat itu, Gie tidak menerima nilai yang diberikan oleh guru sastranya. Ia mengangap guru sastra berlaku diskiriminasi kepadanya. Keponaan guru yang bodoh mendapatkan nilai yang lebih bagus dibandingkan nilai Gie.

Sejak kejadian di bangku SMP. Pemberontakan terus muncul didalam dirinya. Puncaknya saat Gie (Nicloas Saputra) kuliah di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia. Ia sering mengkritik sistem pemerintahan Demokrasi Pimpinan, dan Nasakom yang diciptakan oleh Soekarno.  Salah satunya kritiknya kepada Presiden Soekarno. Ia berpendapat sistem pemerintahan Soekarno tidak lebih dengan sistem kerajaan-kerajaan di Jawi pada masa lalu yang mempunyai tiga gelar yaitu: 1. Gelar Politik, kawula in tanah Jawi. 2. Militer, senahpati jala jawa. 3. Gelar agama, Syeh Sahdin ngabdul Rahman. Dalam bertindak, Presiden Soekarno mempunyai isteri banyak dan mendirikan kraton-kraton.

Kisah Asmara Seorang Pemberontak

Soe Hoe Gie tidak seeksterim Tan Malaka dalam pemerjuangkan nasib rakyat. Gie seperti mahasiswa pada umumnya. Pernah suka dan dicintai oleh 2 orang perempuan. Yang pertama yang ia cintai dan sampai akhir hayatnya pun ia tetap cinta adalah Ira (Sita Nursanti) seorang mahasiswi teman se-fakultas Gie.  Sayang Ira tidak pernah jujur dengan perasaanya kepada Gie.

Setelah lengsernya Soekarno. Kemudian digantikan oleh Soeharto. Sita (Wulan Guritno) yang merupakan adik fakultas Gie sangat mencinta Gie. Beberapa bulan pendekatan. Gie dan Sita menjalin cinta selama beberapa bulan. Sampai suatu saat Sita sadar bahwa Gie tidak benar-benar mencintainya.

Pada akhir cerita. Sebelum Gie mendangki Gunung Semeru. Ia mengirim surat kepada Ira. Di dalam suratnya. Ia mencurahkan segala perasaanya kepada Ira, dan ia sangat mencintai Ira dibandingkan Sita.

Jejak Politik Gie

Gie mempunyai filosofi dalam memperjuangkan rakyat “mahasiswa mempunyai keputusan walaupun sekecil-kecilnya. Di dasarkan pada keputusan-keputusan yang dewasa. Mereka harus menyatakan benar diatas kebenaran dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas nama ormas, atau golongan apapun”.

Prinsip itulah yang saya lihat dalam film ini terapkan. Meskipun Gie bergabung dengan GMS (Gerakan Mahasiswa Sosialis) yang didukung oleh Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Soemitro. Ia tetap pada prinsipnya. Jika pemerintah salah. Ia akan mengkritisinya. Salah satu contohnya. Pada saat PSI sudah masuk kedalam pemerintahan. Ia mengkritisinya.

Bukan hanya itu bisa menilai kosistenya. Jaka (Doni Alamsyah), salah seorang mahasiswa UI, orator, dan anggota Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) mengajaknya untuk gabung di dalam PMKRI dengan tegas ia menolaknnya. Begitu juga pada saat Han (Thomas Nawilis). Sahabatnya sejak kecil. Mengajaknya untuk gabung ke dalam Partai Komunis. Dengan tegas ia menolaknnya juga. Karena Gie berpendapat untuk memperkuat posisinya sebagai Presiden. Soekarno harus bergabung ke Partai Komunis.

Detik-Detik Kematian Sang Pemberontak

Sebelum sang pemberontak sejati ini mengakhiri perjuangannya. Ia sempat menulis sebuah opini di sebuah koran. Dalam opini yang berjudul “Di Sekitar Pembunuhan Besar-besaran di Pulau Bali”. Gie menulis tentang para anggota PKI banyak dibunuh di Bali. Di Pulau Dewata ini sekitar 80 ribu orang jiwa mati. Kaum yang nasakom dulunya setelah masa orba menjadi masa yang sangat kontra, membangkaran, pemerkosaan mereka yang dituduh gerwani.

Si pemilik filosofi Pohon Oek itu sudah tiada lagi. Ia meninggal pada bulan Desember 1960 karena menghirup zat beracun di Gunung Semeru. Indahnya kematiannya. Ia menghebuskan nafas terakhirnya dipangkuan sahabat karibnya, teman seperjuangannya masa kuliah dulu, Herman Lantang.

Secara keseluruhan film ini menurut saya sangat bagus. Karena menceritakan sisi lain dari sejarah Indonesia, tentang karakter Soekarno yang orang banyak belum tahu, tentang Soemitro, dan tentunya keadaan orde baru pada masa itu. Menurut saya isi yang disodorkan dalam film ini sangatlah kompleks. Mulai dari zaman orde lama dan sampai zaman orde baru. Secara tidak langsung pemahaman saya tentang surat perintah sebelas maret (supersemar) kepada Soeharto berubah.

Melahirkan Generasi Anak Pulau Nias Yang Tidak Buta Dengan Ilmu Pengetahuan

11136674-748317031949629-7215493455476927420-n-57439825917a61c5038b4569

Sebagian anak-anak Pulau Nias sedang membaca buku yang saya salurkan ke kursus Bahasa Inggris Gea.

Sebagian besar anak-anak yang besar di kota-kota besar di Pulau Jawa pasti pernah membaca komik Asterikx, cerita Tintin, novel lima sekawan, dan jenis komik lainnya. Buktinya, 2 tahun lalu pada saat menjadi menjadi relawan di Perpustakaan Bledug Mrapi, Yogyakarta. Teman-teman relawan yang berasal dari Pulau Jawa sering menceritakan tentang kisah petualangan Tintin. Saya kemudian menanyakan kepada salah seorang anak les saya tentang kisah petualangan Tintin. Dengan begitu bersemangat, ia menceritakan secara keseluruhan kisah cerita Tintin kepada saya.

Bagi anak-anak yang lahir dan besar di Pulau Jawa mendapatkan ilmu pengetahuan melalui buku-buku, komik-komik sangatlah muda. Bagi anak-anak yang memiliki orangtua yang mampu secara financial dapat memperoleh buku-buku yang mereka inginkan di toko-toko buku seperti Gramedia, Togamas, dll.

Sementara bagi anak-anak yang orangtuanya tidak mampu dapat meminjam buku-buku di Perpustakaan daerah, Perpustakaan kota, dan Perpustakaan yang dikelolah secara pribadi. Dengan akses mendapatkan buku-buku yang sangat muda inilah. Tidak menutup kemungkinan anak-anak yang besar di Pulau Jawa dengan mudah meraih cita-cita yang mereka impikan.

Akses mendapatkan ilmu pengetahuan melalui buku-buku yang diperoleh anak-anak di Pulau Jawa sangatlah berbeda 360 derajat dengan yang dialami oleh anak-anak Pulau Nias, Sumatera Utara. Sejak puluhan tahun sampai pada saat ini. Anak-anak Pulau Nias sangat susah mendapatkan buku-buku. Salah satu dampak anak-anak Pulau Nias jarang mendapatkan buku. Mereka tidak mengenal berbagai jenis model transportasi udara, laut, dll. Contoh kecilnya seperti yang dialami oleh anak-anak yang tinggal di Desa Hilina’a, (Desa yang hanya berjarak sekitar 20 kilometer, dari pusat kota yang paling maju di Pulau Nias)/ Kecamatan Gunungsitoli Mereka masih sulit membedakan pesawat penumpang, helikopter, kapal selam, dan transportasi udara lainnya.

Ketidakmampuan anak-anak Pulau Nias mendapatkan buku-buku bukan bukan tanpa sebab. Tapi ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu: di Pulau Nias yang terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kota masih belum ada perpustakaan yang layak disebut sebagai perpustakaan. Mobil perpustakaan juga jarang berkeliling diseluruh pelosok Pulau Nias untuk memberi pinjaman buku-buku ke anak-anak.

Selain itu juga faktor perekonomian keluarga. Kebanyakan masyarakat di Pulau Nias berkerja sebagai penyadap karet. Penghasilan perbulannya yang didapat dari menderes karet tidak menentu. Jika musim hujan, keluarga yang berprofesi sebagai penyadap karet hanya mendapatkan penghasilan sekitar Rp. 500.000,- sampai Rp. 700.000,-. Sementara saat musim kemarau, penghasilan bisa mencapai Rp. 1.000.000,. Dengan penghasilan yang kecil ini. Orangtua di Pulau Nias harus memberi nafkah 4-5 orang anak-anak. Karena faktor penghasilan yang kecil inilah orangtua tidak dapat membeli buku-buku kepada anak-anaknya. Bagi kebanyakan orangtua di Pulau Nias dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat SMA merupakan sebuah keajaiban.

Masa Kecil Saya

Masa kecil saya 15 tahun yang lalu, tidak jauh seperti yang anak-anak Nias alami pada saat ini. Setiap hari sepulang sekolah, saya hanya bermain kelereng, menangkap ikan di parit, atau terkadang bermain pistolan-pistolan yang terbuat dari kayu di ladang tempat orangtua saya berkerja.

Saya bermain setiap hari bukan karena saya tidak suka membaca. Tetapi karena saat itu, saya sama sekali tidak mempunyai buku-buku yang bisa dibaca. Terkadang saya hanya membaca komik cerita rakyat yang saya pinjam dari teman saya. Kebetulan teman saya ini suka membeli susu dancow setiap bulannya. Biasanya dalam kotak susu dancow tersebut terdapat gratis buku cerita rakyat.

Tekat Untuk Mencerdaskan Anak-Anak Nias Melalui Buku

Singkat cerita, setelah saya tamat dari bangku SMA tahun 2010. Saya melanjut kuliah ke salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Yogyakarta. Dari Kota Pendidikan inilah saya mulai mengetahui mengapa anak-anak yang ada di Yogyakarta lebih pintar, kritis, dan kreatif. Dibandingkan anak-anak yang tinggal di kampung saya. Salah satu alasan yang saya ketahui faktornya adalah anak-anak yang mempunyai orangtua yang kaya dapat mendapatkan buku-buku yang mereka inginkan. Sementara, untuk anak-anak yang mempunyai orangtua yang kurang secara financial dapat meminjam buku-buku yang ia inginkan di Perpustakaan Kota Yogyakarta, Perpustakaan Daerah, dan Perpustakaan yang dikelolah secara mandiri.

Saya mempunyai pengalaman yang saya tidak bisa lupakan sampai pada saat ini. Pada saat berdiskusi di dalam satu kelompok pada semester satu. Teman-teman satu kelompok banyak memberikan masukan, ide, dan pendapat berdasarkan buku-buku yang mereka sudah banyak. Sementara saat itu saya hanya bisa diam sendiri. Karena saya sama sekali belum pernah membaca buku-buku yang mereka sebutkan. Saat saya tanyakan ke salah seorang teman yang berasal dari Semarang. “Kapan kamu baca buku ini?”. “Ia mengatakan waktu SMA kelas 1”. Saat itu saya terkejut dan merasa malu. Selama ini buku-buku yang saya baca selama saya sekolah di Nias. Tidak ada apa-apanya di bandingkan yang mereka sudah baca.

Tekad Untuk Mencerdaskan Anak-Anak Nias Melalui Buku

Dari rasa keprihatinan akan nasib anak-anak di kampung halaman saya alami terhadap minimnya ilmu pengetahuan yang mereka dapat melalui buku-buku. Dan juga pengalaman saya pada saat kerja kelompok pertama kali membuat hati saya sangat tersentuh. Maka saya berjanji dan bertekad dalam hati saya. Saya tidak ingin generasi anak-anak Pulau Nias sekarang ini dan masa depan buta akan berbagai ilmu pengetahuan.

Untuk mewujudkan impian saya. Sekitar pertengahan tahun 2013, saya membulatkan tekad untuk membagikan berbagai informasi dan ilmu pengetahuan kepada anak-anak Pulau Nias. Berhubung saat itu saya masih status mahasiswa dan tidak mempunyai penghasilan untuk membeli buku-buku bacaan untuk dikirim ke anak-anak di Pulau Nias. Saya berpikir untuk membuat fanpage yang bernama Gudang Ilmu (https://www.facebook.com/Gudang-Ilmu-295616043981676/.

Alasan saya sangat sederhana memilih membuat fanpage. Di seluruh Pulau Nias sampai ke pelosokpun ada jaringan internet telkomsel dan beberapa anak-anak SMP-SMA yang tinggal di Pelosok Pulau Nias seperti Alasa, Botomuzoi, dll mempunyai akun facebook. Difanpage inilah saya membagikan berbagai kutipan tokoh-tokoh dunia, beberapa informasi, dan tentu berbagai ilmu pengetahuan dari berbagai aspek ilmu.

Secara perlan-lahan misi saya untuk membagikan ilmu pengetahuan kepada anak-anak Nias mulai terbuka jalan. Secara tidak sengaja saya bertemu dengan Mas Prim. Seorang penulis dan pemilik perpustakaan anak Bledug Mrapi (http://bledugmrapi.blogspot.co.id/2012/05/koleksi-dongeng-bergambar.html) di Yogyakarta.

Kemudian seiring kami berkomunikasi satu sama lain. Saya menceritakan impian yang saya sedang usahakan untuk membuat anak-anak Nias bisa mendapatkan ilmu pengetahuan melalui buku-buku ke Mas Prim. Dengan tidak banyak berkomentar dan menanyakan panjang lebar tentang impian saya ini. Mas Prim langsung setuju membantu saya. Untuk pertama. Mas Prim membantu saya mengirim 200 buku-buku anak ke SD ke SD Tetehosi Foa, Pulau Nias.

10372326-807707275905959-6164733700291466856-n-5743a42023b0bde50460a69b

Beberapa sample buku yang dikirim ke SD Tetehosi Foa

Kemudian pada saat saya liburan ke kampung halaman saya Pulau Nias pada tahun 13 Juli 2014. Saya merelakan uang tabungan saya Rp. 1.500.000 untuk membawa buku-buku anak yang disumbangkan oleh Mas Prim ke anak-anak Pulau Nias.

Berhubung pada saat itu kuliah saya belum selesai. Saya menyalurkan buku-buku yang saya bawakan ke Komunitas Kandangbokoe Nias. Sebuah komunitas yang sudah 5 tahun ini konsisten menyalurkan dan meminjamkan buku-buku ke PAUD yang ada di seluruh pelosok Pulau Nias.

10402531-10201976490368677-312284022271548133-n-5743a01cd27a61a3084996e7

Beberapa buku yang disumbangkan untuk Komunitas Kandangbokoe

Selain menyumbangkan buku-buku yang saya bawakan dari Yogyakarta ke komunitas Kandangbokoe. Saya juga menyalurkan buku-buku tersebut ke perpustakaan Kursus Bahasa Inggris Gea. Sebuah kursus bahasa Inggris yang mempunyai misi mencerdaskan anak-anak Nias melalui Bahasa Inggris dan buku-buku bacaan. Selain itu Kursus ini juga memberikan beasiswa full kepada anak yatim atau piatu untuk belajar Bahasa Inggris.

10400044-10204761367021133-1873385199806368763-n-5743ae35d57e618304f8380c

Penyerahan buku-buku bacaan ke Direktur kursus B. Inggris Gea/java/facebook.com

Impian Saya Kedepan Untuk Kampung Halaman Saya.

Bulan depan saya akan menetap di Gunungsitoli, Pulau Nias. Meskipun demikian, saya tidak lupa dengan misi yang sudah saya mulai 3 tahun lalu. Saya terus lakukan dengan satu tujuan ingin membuat anak-anak Nias tidak buta akan ilmu pengetahuan. Untuk terus mencapai misi saya untuk pulau saya tercinta. Bulan lalu saya kembali mengirim buku-buku anak berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia ke Gunungsitoli, Pulau Nias.

IMG_0234

Buku-buku yang saya kirim ke Pulau Nias bulan lalu

Memang impian saya ini tidak seberapa dibandingkan dengan teman-teman relawan yang lahir dan besar di Jawa. Mereka mempunyai teman-teman yang siap membantu. Jika teman-teman relawannya mengharapkan bantuannya. Sementara saya mulai dari nol segala usaha saya. Mulai dari mencari kenalan yang terkadang hanya mendengarkan curhatan-curhatan saya tentang nasib anak-anak Nias. Kemudian tidak ada tidak lanjutnya. Tetapi saya percaya itu semua proses untuk mencapai misi terbesar saya kedepannya.

Untuk mencapai misi saya untuk membuat anak-anak Nias tidak buta akan ilmu pengetahuan. Saya telah menyusun rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang, yaitu:

Rencana Jangka Pendek

Selama kuliah, saya mempunyai beberapa puluh buku dengan berbagai topik. Di tambah saya rencana akan membeli beberapa puluh buku lagi dengan uang tabungan saya. Semua buku-buku tersebut, saya akan bawa ke Pulau Nias. Sampai di Gunungsitoli, Pulau Nias nantinya. Saya akan membuka perpustakaan kecil-kecilan di depan rumah saya.

Perpustakaan ini nantinya saya tunjukan untuk anak-anak di sekitar lingkungan rumah saya. Selain mereka membaca, 1 kali dalam seminggu saya akan membacakan mereka sebuah buku atau memutarkan sebuah film tentang anak-anak. Saya akan lakukan ini selama 6 bulan-1 tahun. Selain itu, pengalaman saya mengajar anak-anak di Yogyakarta. Saya gunakan untuk story telling di  beberapa TK di sekitar Gunungsitoli dan Nias, seperti TK Hope, TK Pembina dan beberapa paud yang ada di Pulau Nias.

Rencana Jangka Panjang

Setelah saya menetap 6-8 bulan di Pulau Nias. Saya akan membeli sebuah motor bekas dan membuat sebuah perpustakaan keliling. Setiap 2 kali dalam seminggu, saya akan mengunjungi dan meminjamkan buku-buku ke anak-anak Nias yang tinggal di beberapa desa di kota Gunungsitoli dan sebagian desa-desa di Kabupaten Nias. Sementara untuk ketiga kabupaten di Pulau Nias (Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, dan Kabupaten Nias Utara). Saya berencana untuk bekerjasama dengan sekolah-sekolah. Setiap satu bulan sekali. Saya akan meminjamkan ke mereka buku-buku bacaan baru.

Untuk membiayai biaya operasional dari perpustakaan yang saya rencanakan ini. Saya rencana ambil dari 15 % dari gaji saya mengajar les bahasa Inggris dan menerjemahkan teks bahasa Inggris, yang merupakan pekerjaan saya jalani selama ini. Sementara untuk menambah koleksi buku. Saya menyisihkan sebagian tabungan. Selain itu juga, kedepan saya akan mengajukan beberapa proposal ke beberapa penerbit seperti Gunung Mulia, Gramedia, dll, yang selama ini saya tahu penerbit ini sering menyumbangkan buku ke perpustakaan-perpustakaan.

Itulah impian saya untuk memanjukan tanah kelahiran saya, Pulau Nias. Target saya untuk tanah kelahiran saya tidak ingin muluk-muluk. Saya hanya ingin 10 tahun kedepan. 4 Kabupaten yang ada di Pulau Nias bisa terhapus dari status sebagai daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Melalui prestasi-prestasi yang didapatkan oleh anak-anak Pulau Nias. Saya sadar untuk mencapai target itu tidak gampang. Tetapi dengan usaha, konsisten dengan misi yang sudah dilakukan selama ini, dan mengiklaskan sebagian materi, pikiran, dan tenaga. Saya yakin target untuk membuka mata anak-anak Pulau Nias akan ilmu pengetahuan dan menghapus 4 kabupaten dari kategori daerah 3T akan berhasil.

Untuk menutup artikel ini. Setiap pembaca yang membaca artikel ini. Terima salam hangat saya. Dari Pulau terluar paling barat Indonesia, Ya’ahowu.